CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 21 April 2014

Jika Kubertanya pada Ayah tentang Bunda

 
 
Ayah..Apa yang kau kenang tentang Bunda?
Matanya menerawang..
Dia menjawab..

"Bunda adalah bunga, Bunda adalah angin sejuk, Bunda adalah mutiara di dasar lautan yang sangat mahal harganya Dan Bunda adalah satu mawar yang terbaik dari semua mawar yang pernah Ayah temui.."

Tampak rona diwajahnya..
Luar biasa, ayah tersipu!
Ayah berkata lagi...
Dulu, Bunda adalah pujaan banyak orang
Para ibu berebut menjadikannya menantu
Teman - teman Ayah berebut menjadikannya bunga
Semua yang ada pada ibumu mereka puja

Lalu, bagaimana Bunda bisa memilih Ayah?
Ayah tersenyum penuh arti..
Karena Ayah datang dengan sederhana
Dengan Sederhana? tanyaku

Ya, Anakku.."Ayah tak datang dengan harta yang berkilauanAyah tak datang dengan janji hidup mapan seperti yang lain. Saat itu, Ayah hanya menawarkan sebuah kehidupan yang takkan pernah berwarna semu sampai akhir hayat Karena Ayah menawarkan keabadian.."

Apakah itu, Yah? tanyaku
Keabadian itu adalah sebuah perjuangan di jalan Allah dan pendakian tasbih menuju Jannah-Nya..Lalu dengan kesederhanaan itu, bunda membuka hati kepada Ayah?

Ya, Anakku, karena Bundamu pun mencari keabadian itu. Bukan sekedar rumah mewah, gaji yang besar, hidup mapan, atau berbagai standar kemulyaan yang dicanangkan orang...

Lalu apa yang membuat Ayah begitu berkhidmat pada Bunda? Ayah tersenyum lagi. Karena Bunda memiliki apa yang tidak dimiliki wanita lainApakah itu, Yah? tanyaku

Bunda memiliki kesabaran seluas lautan, dan itu terpancar dari setiap ramah budi pekertinya..Tahukah kamu, kesabaran itu adalah suatu hal yang teruji? Ia tak tampak dimata, namun akan tampak jika Allah menghendaki itu tampak. Kesabaran perempuan adalah ketika ia akan menjadi sekukuh karang saat dihadapkan pada badai ujian, dan akan berubah menjadi selembut kapas jika ia melihat sesuatu yang harus ditolongnya...

Ia akan sangat tahan pada berbagai bentuk ujian, bahkan ujian kebahagiaan sekalipun Dan kesabaran bukanlah rona jingga yang disapukan dengan sengaja pada kanvas, namun ia adalah keaslian rona merah sang mawar.

Maksud Ayah? Aku mengerutkan kening...
Anakku, kesabaran tidak mungkin dibuat-buat, namun ia akan memancar dengan sendirinya tanpa ada yang mencegah.Dan ini yang akan menjadi sumber kebahagiaan kala mengarungi bahtera hidup

Aku juga ingin menjadi penyabar seperti Bunda, Yah..
Belajarlah kepada Bunda, Nak...
Niscaya kamu akan menjadi wanita paling bahagia...

Apalagi yang Ayah kagumi dari Bunda..?
Hmmm, bundamu memiliki jiwa yang penuh kasih sayang. Dengan kelembutannya, dia menjadi penyayang pada anak-anak, pengasih pada yang lemah, dan pengagum sosok cerdas tempatnya bertanya tentang cahaya ilmu...

Berarti Bunda kagum pada Ayah karena Ayah cerdas, kan? Ayah tersipu lagi...
Semua laki-laki harus cerdas, AnakkuSeorang laki-laki harus berupaya terus berburu ilmu, karena ia akan menjadi qawwam, tempat bertanya. Namun cerdas bukan diukur dari seberapa banyak ia hafal kitab, seberapa banyak ia menguasai ilmu, namun pada seberapa besar semangatnya untuk thalabu 'ilm, juga seberapa besar semangatnya berjuang di jalan-Nya

Karenanya Anakku, Jika kau ingin bahagia..menjadilah seperti Bundamu dan carilah seseorang yang datang dengan sederhana, namun kaya hati dan semangan berjuang. Bukan yang membawa berlembar kertas hijau atau batu berkilauan?Ayah menggeleng, Itu akan sirna. Bukan yang memiliki prestise, jabatan, dan kedudukan di mata manusia?

Ayah menggeleng...
Kecerdasan tanpa iman akan membawamu jatuh kejurang yang dalamBukan juga yang memiliki segalanya dengan sempurna?Ayah menggeleng. Karena ketidaksempurnaannya kau yang akan melengkapi. Begitupun sebaliknya, ketidaksempurnaanmu ia yang akan melengkapi...

Berarti, Yah..
Sesungguhnya laki-laki yang paling beruntung adalah laki-laki yang mendapatkan wanita penyabar dan penuh kasih sayang Dan wanita yang paling beruntung adalah wanita yang mendapatkan laki-laki yang datang dengan sederhana, namun bersemangat untuk belajar? 
 
Begitukah, Yah? Aku mencoba menyimpulkan. Ayah mengangguk penuh arti..



*By Anneke Putri dalam Buku "Tuhan, Kuatkan Imanku.

Sabtu, 05 Oktober 2013

Memahami Tugasnya Nanti

Wahai Muslimah,

Engkau yang bersuamikan seorang pemilik azzam yang kuat, mengertilah bahwa suamimu nanti kadang tidak bisa hidup seperti suami-suami pada umumnya. Yang setiap saat bisa menemanimu. Atau yang setiap waktunya adalah kesibukan dalam mencari nafkah dan kebersamaan keluarga. Semakin kuat azzam dan kejujuran mereka, maka waktu yang tersisa untuk kalian sangatlah sedikit. Sadarilah itu.

Mengertilah bahwa goncangan hatinya teramat dahsyat, merancang strategi demi strategi, sebagai kontribusi kecilnya bagi agama ini. Maka maklumilah jika senyum dan kelembutan mereka kadang tenggelam dalam kesibukan memecahkan masalah umat, atau lelahnya ia karena terforsir energinya lantaran terus-menerus melawan ketakutan, demi melawan nafsu akan cinta semunya terhadap dunia.

Wahai perempuan, para istri dari lelaki pemilik azzam yang tangguh. Suamimu ibarat besi kokoh yang tidak selamanya mampu terus membahasai kalian dengan kelembutan. Terlebih di saat kondisi umat memanas seperti saat ini, maka maafkanlah jika sumbu api pendek amarahnya kadang memercik di hati kalian. Mereka mungkin terbawa perasaan. Mereka membutuhkan waktu-waktu menyendiri untuk memfokuskan diri pada strategi yang tengah ia rancang; strategi yang dapat mengorbankan darah dan kesenangan pribadinya.

Tabahlah membersamai mereka. Sebab mereka tengah membangunkan istana surga untuk kalian. Mengertilah bahwa keromantisan itu tidak selamanya berupa sutera yang dibalut kelembutan, namun juga ada pada tajamnya nasihat yang menoreh jiwa.

Mengertilah bahwa perhatian para suami yang jujur dengan azzamnya sebenarnya adalah sisa-sisa dari seluruh energi yang telah dicurahkannya di jalan jihad. Maka jangan terlalu berharap lebih, sebab mereka ibarat dagangan-Nya yang mulia. Maka ketika mereka masih mempunyai kesempatan mencandai kalian, jangan sampai kalian terlena dengan karunia ini. Tetap bersiap siagalah jika mereka tak berpulang padamu lagi.

Jangan melulu berharap keromantisan. Berikan mereka waktu-waktu untuk menyendiri, waktu-waktu untuk berkonsentrasi membangun strategi. Tetaplah taat, ringankan beban mereka. Sebab mereka adalah manusia-manusia langit, meski kaki mereka masih berpijak di bumi. Tetaplah membersamai mereka dalam goncangan dan lika-liku kehidupannya, meski berat.

Karena Aku Masih Belajar


"Aku, tidaklah seperti Khadijah, Aisyah, Fathimah, maupun Maryam. Aku, hanyalah si rapuh yang mengagumi mereka. Aku, hanyalah si lemah yang jatuh bangun menelusuri jejak keshalihan mereka."

Perempuan tangguh itu bukan perempuan yang memiliki tubuh besar, bahu bidang atau tenaga ekstra kuat layaknya laki-laki. Tapi perempuan tangguh adalah mereka yang tetap tegar menjalani kerasnya kehidupan dengan segala pasang surutnya. Perempuan tangguh adalah mereka yang teguh melaksanakan syari’at-Nya, di tengah keterasingan. Tidak mudah terbawa arus, istiqamah menegakkan sunnah walaupun berat layaknya menggenggam bara api.

Perempuan tangguh adalah mereka yang menghiasi hidup dengan kesabaran, sebagai buah dari keimanan. Seperti sabarnya Ummu Sulaim radliyallaahu ‘anha tatkala buah hati tercintanya dipanggil oleh Pemiliknya. Ketika suaminya pulang dan bertanya tentang keadaan anaknya yang sedang sakit, ia menjawab, “Dia sekarang jauh lebih tenang daripada sebelumnya”. Kemudian ia tetap menyambut suaminya dengan biasa, berhias untuknya dan melayaninya dengan sebaik-baiknya. Setelah segala keperluan sang suami selesai, baru Ia mengabarkan kematian putranya tersebut kepada suaminya, dengan penuh ketenangan.

“Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu pada keluarga si fulan; mereka meminjam sesuatu dan memanfaatkannya, kemudian ketika barang itu diminta mereka menolak mengembalikannya?” Suaminya menjawab, “Mereka tidak berlaku adil. Barang itu harus dikembalikan kepada pemiliknya.” Ummu Sulaim melanjutkan, “Putramu adalah barang pinjaman dari Allah dan Dia telah mengambilnya kembali..”

Subhanallaah…

Perempuan tangguh itu, seperti tegarnya shahabiyah al-Khansa radliyallaahu ‘anha menyambut berita syahid empat orang putra tercintanya di medan pertempuran dengan penuh keridhaan.

“Segala puji bagi Allah yang memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap kepada-Nya agar mengumpulkanku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya.”

Perempuan tangguh itu, mereka yang mampu mengkondisikan dirinya dalam berbagai keadaan. Cepat beradaptasi dengan kesulitan. Tidak mudah mengeluh dan menerima takdir Allah sebagai likuan hidup yang di dalamnya pasti terkandung kebaikan.

Perempuan tangguh itu, selalu bertawakkal kepada Allah atas segala sesuatu yang mungkin menimpanya. Seperti agungnya tawakkal Hajar Ummu Ismail ketika ditinggalkan oleh suaminya,  Nabi Ibrahim Alaihissalam di padang yang tandus nan gersang. Ketika sang suami hendak melangkah meninggalkannya, Hajar bertanya:

“Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk mengasingkan kami disini?”. Nabi Ibrahim menjawab, “Benar, ini adalah perintah Allah..” Kemudian Hajar berkata, “Kalau begitu maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan kami..”

Perempuan tangguh itu, memiliki azzam yang kuat untuk menuntut ilmu dan menuntut dirinya sendiri agar pandai. Karena ia adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ia lebih memilih membaca buku daripada ‘ngerumpi’ di rumah tetangga. Ia lebih merelakan waktu luangnya untuk belajar tahsin dan bahasa Arab daripada rutin mengikuti sinetron di televisi atau menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tak bermanfaat di dunia maya.

Ia rela mengorbankan waktu, harta dan tenaga, menempuh perjalanan jauh untuk menghadiri majelis-majelis ilmu. Walaupun mesti repot naik turun angkot,  membawa perlengkapan si kecil dengan segala printilan-nya, tak sempat mencatat isi kajian dengan rapi.. Bahkan baginya, menyimak kajian dengan tenang adalah sesuatu yang sangat langka sekaligus sangat berharga. :)

Perempuan tangguh itu, tidak mudah silau dengan dunia dan pesonanya. Ia menerima pemberian suaminya dengan hati lapang dan qana’ah.  Selalu ada untuknya dalam keadaan apapun. Baginya tak ada prinsip batil semacam, “Ada uang Abang disayang, tak ada uang Abang ditendang…” Karena cintanya tulus, bukan cinta atas dasar materi.

Ia setia mendampingi suaminya, menenangkan hati sang suami ketika sedang gundah, menguatkannya ketika sedang lemah. Seperti setianya Ummul Mukminin Khadijah radliyallaahu ‘anha mendampingi Rasulullaah Shalallaahu’alaihi wa Sallam dalam mengemban dakwah Islam yang penuh perjuangan selama periode Mekkah. Pantaslah jika Rasululllah mengenangnya, membelanya dan tetap mencintainya bahkan ketika ia telah lama meninggal dunia.. Khadijah, adalah wanita teristimewa di hati Rasulullah.

Perempuan tangguh itu, bukan mereka yang selalu merasa kurang dengan apa yang diberikan suami. Bahkan menuntut suami untuk memenuhi SEGALA kebutuhan hidupnya. Baik yang butuh atau sekadar ingin. Ia mampu mengekang hawa nafsunya dari hal-hal yang tidak perlu.

Seandainya memang kondisi keluarganya dalam keadaan benar-benar kekurangan. Sebelum menuntut suami untuk mencari tambahan penghasilan, ia justru berpikir bagaimana cara meringankan bebannya mencari nafkah, tanpa keluar dari koridor syari’at. Atau berpikir lebih keras lagi untuk merancang ulang pengeluaran sehingga akhirnya cukup.

Perempuan tangguh itu, mereka yang berjuang sekuat tenaga memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya kala sang suami tiada lagi di sisi. Mereka begitu malu untuk menadahkan tangan, meminta-minta. Baginya, jauh lebih baik memeras keringat dan bersusah payah daripada harus menjadi beban orang lain. Tak apa ia menjadi pembantu rumah tangga sekalipun, asalkan halal dan tak melanggar syari’at.

Perempuan tangguh itu, berbahagia dengan kodratnya sebagai Ibu dan Istri. Ia bahagia tinggal di rumahnya, mengurus anak-anak, mendidik mereka, merapikan rumah yang tak pernah rapi, mengerjakan tugas rumah tangga yang seakan tak pernah ada habisnya. Berusaha mengatur waktu agar semua pekerjaan tuntas.. agar makanan siap terhidang tepat pada saatnya. Walau itu artinya harus bekerja 24 jam non stop . Dengan ikhlas, tanpa mengeluh. :)

Seperti zuhudnya putri Rasulullaah Fathimah radliyallaahu ‘anha yang dengan ridha menerima nasehat ayahandanya, ketika ia meminta seorang tawanan perang untuk dijadikannya sebagai pembantu rumah tangga. Rasulullaah dengan lemah lembut menasehati kedua orang yang amat dicintainya, putrinya dan menantunya, Ali bin Abi Thalib,  bahwa ada sesuatu yang jauh lebih baik dari apa yang mereka minta…

“Maukah aku beritahukan kepada kalian berdua sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta? Beberapa kata yang diajarkan Jibril padaku, kalian berdua bertasbih setiap selesai shalat 10 kali, bertahmid 10 kali dan bertakbir 10 kali. Dan, apabila kalian berdua berangkat tidur, kalian berdua bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali dan bertakbir 33 kali.”

Perempuan tangguh itu, mereka yang ketika kehidupan terasa begitu sempit, jiwa begitu terasa rapuh. Tidak mencari siapapun selain-Nya. Fafirru ilallaah. Ia akan berlari kepada Allah. Pada-Nya ia mengadukan segala kesusahan dan kesedihannya. Dengan bersenjatakan do’a dan keyakinan bahwa jika Allah yang memberi kesulitan, maka hanya Dia saja satu-satunya yang akan memberi kelapangan.

Perempuan tangguh itu perempuan yang hebat. Dengan sifat dan tabiat wanita yang selalu ingin dimanja dan dimengerti, mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri saat kesedihan terasa menyesakkan dada. Menghapus air mata dengan tangan sendiri. Untuk kembali menata hidup dan tersenyum lagi. Bukan karena mereka tidak punya hati, tapi mereka melihat hidup dari kacamata yang berbeda dengan para wanita kebanyakan. Ujian yang datang justru membuat mereka semakin kuat. Menempa mereka menjadi pribadi tangguh dan tahan banting. Lagipula, apa namanya dunia tanpa cobaan. Apa namanya hidup tanpa ujian? Dan bukankah Allah tidak akan memberikan ujian di luar kesanggupan?

“Tidaklah Allah ‘Azza wa Jalla menganugerahkan suatu nikmat kepada seorang hamba, lalu Dia mencabutnya dan sang hamba pun bersabar atasnya, kecuali Allah ‘Azza wa Jalla akan menggantikannya dengan yang lebih baik.” (Umar bin Abdul ‘Aziz)

Perempuan tangguh, perempuan hebat, perempuan luar biasa.

Sungguh, kuingin mampu menjadi sepertimu…

Nasihat Ayah Dalam Perjalanan


"Nak, suatu saat nanti kau akan mampu pahami, betapa majemuknya jalan hidup yang dilalui seseorang. Seperti hari ini, kau berpisah dengan Ayah menuju terminal yang berbeda. Namun, pada akhirnya kita menuju pada satu pemberhentian terakhir. Seberapapun sering engkau transit, ingat, kau selalu punya tujuan akhir. Jaga dirimu baik-baik. Tidak selamanya engkau dalam penjagaan Ayah. Siapapun nantinya (manusia) yang menjagamu, semoga nantinya ia menemanimu dengan baik menuju terminal akhir. Semoga, kita dipertemukan lagi disana, di terminal akhir.”

Kata seorang Ayah kepada anak gadisnya yang terus bertanya. “Mengapa kita berhenti dulu disini? Mengapa kita mengambil rute ini? Mengapa ada penumpang yang naik, beserta itu pula ada yang turun? Mengapa begini, mengapa begitu, Yah?”

Gadis kecil itu mengangguk-anggukkan kepala. Berpura-pura memahami maksud Ayah. Padahal, jauh di kedalaman hatinya, ada definisi yang belum tercerna sempurna. Seperti bolus-bolus dalam perut ruminansia, yang suatu waktu dimuntahkan kembali dan mewujud tanda tanya.

"Ayah, apakah kita satu tujuan? Apakah kita menuju satu terminal?"

Dan sang Ayah pun terus berbicara. Bergumam dengan dirinya sendiri. Sesekali tercenung, bahwa gadis kecilnya sudah sebesar ini. Dan dengan malu-malu, dalam benak Ayah tersembul rahasia, bahwa anak perempuan tetaplah anak perempuan. Gadis kecil Ayah, sampai kapanpun.

"Siapapun nantinya (manusia) yang menjagamu, semoga nantinya ia menemanimu dengan baik menuju terminal akhir."

Ayah terus mengulang-ulang kalimat itu. Sementara gadis kecil yang ia genggam erat tangannya, terus menganggukkan kepala. Entah benar-benar paham, atau barangkali hanya berpura-pura.